Minggu, 15 September 2013

Mengurangi Penyerapan Panas Oleh Bangunan

MENGURANGI PENYERAPAN PANAS OLEH BANGUNAN
Oleh : Achmad Basuki, ST. MT..
Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Minggu 26 Agustus 2012
images/stories/lainnya/abas1.jpgSalah satu upaya untuk mewujudkan bangunan hijau (green building) adalah dengan mengurangi penggunaan alat pendingin udara (AC) untuk menciptakan kondisi ruangan yang nyaman untuk beraktifitas. Penggunaan AC ini dikarenakan ruangan sudah dirasakan terlalu panas dan membuat gerah. Padahal penggunaan AC ini juga memperbesar kontribusi timbulnya efek gas rumah kaca, yang akan meningkatkan bumi ini semakin meningkat temperaturnya.

Umumnya kenaikan suhu ini banyak dirasakan oleh masyarakat daerah perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya fenomena pulau panas perkotaan (Urban Heat Island), yaitu konsentrasi panas di daerah perkotaan, sehingga suhu di kota cenderung lebih panas dibandingkan daerah pedesaan. Penyebab utama UHI adalah pengembangan kota yang merubah permukaan tanah dengan material (beton, aspal) yang mampu menyerap dan menyimpan panas  matahari untuk kemudian dilepaskan kembali ke udara. Dengan demikian, semakin berkembangnya suatu daerah menjadi perkotaan bila tidak ditata dengan konsep hijau akan mempercepat global warming. Kontributor kedua dalam pembentukan UHI adalah panas buangan penggunaan energi pada satu area dengan kepadatan yang tinggi. Tentunya kondisi ini tidak hanya terjadi di luar bangunan, tapi juga dengan ruangan di dalam bangunan, apalagi pada pemukiman yang padat atau bangunan tinggi.
Meningkatnya suhu dalam ruangan ini bisa jadi disebabkan tidak adanya sirkulasi udara yang memadai, tapi juga disebabkan oleh penyerapan panas matahari oleh bangunan. Panas matahari yang masuk ke dalam bangunan menyebabkan suhu dalam ruangan menjadi tinggi, ditambah dengan kelembaban udara yang juga tinggi, membuat ruangan menjadi tidak nyaman.
Sinar matahari terdiri dari 5% sinar UV, 45% sinar tampak dan 50% sinar NIR (Near Infrared). Sinar infra merah berupa panas, yang jika mengenai permukaan luar suatu bangunan akan diserap sebagian dan sisanya dipantulkan. Hampir 83% panas matahari yang mengenai dinding bangunan terserap, dan dengan cara radiasi, konduksi dan konveksi dipancarkan ke dalam ruangan.
Menurut Apriyani, proses penyerapan panas tersebut sangat dipengaruhi jenis bahan dan warna. Bahan yang berbeda akan memberikan nilai konduktivitas panas yang berbeda pula. Konduktivitas panas (W/m.K) adalah suatu besaran intensif bahan yang menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan panas (secara matematik : laju aliran panas × jarak / (luas × perbedaan suhu). Semakin besar nilai konduktivitas panas suatu bahan, maka bahan tersebut semakin mudah merambatkan panas. Selain jenis bahan, warna juga memberikan pengaruh terhadap proses penyerapan panas. Besarannya dinyatakan dalam nilai albedo atau TSR. TSR adalah ratio jumlah sinar matahari yang dipantulkan oleh suatu permukaan dibandingkan dengan total sinar matahari yang mengenai permukaan tersebut, memiliki range : 0 - 1 (0: warna hitam; 1: warna putih). Semakin besar nilai TSR, maka panas yang dipantulkan semakin besar dan permukaan akan semakin dingin.
Seiring dengan perkembangan teknologi dalam dunia coating, terdapat beberapa cara untuk mengurangi penyerapan panas oleh material (dinding, atap) dan mengurangi panas dalam ruangan, antara lain :
  • Melalui aspek pemantulan panas/sinar infra merah matahari ke dalam bangunan, dengan menggunakan teknologi pigment reflektif (pigmen pemantul) pada pelapis material (coating) dan cat.
  • Melalui aspek insulasi untuk menghambat perambatan panas, menggunakan advanced ceramic filler (material berbahan filler keramik).
  • Melalui aspek waterproofing untuk melindungi kerusakan akibat air.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Prihantini (2012), dengan penggunaan  pigmen pemantul maka akan diperoleh rata-rata penurunan suhu ruangan sebesar 1,50C dan penghematan energy untuk alat pendingin udara sekitar 9%.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar